Sabtu, 24 Mei 2008

From: ZAINUDDIN LOSI <zainuddinlosi@...>
Subject: Re: [Spiritual-Indonesia] SOLUSI ISLAM
(KHILAFAH) DALAM MASALAH KEMISKINAN
To: Spiritual-Indonesia@...
Date: Friday, May 16, 2008, 2:51 AM

KHILAFAH MENYATUKAN KERAGAMAN

Upaya penerapan syariah Islam dalam koridor Negara
Khilafah sering diisukan dengan adanya
penyeragamanagama, budaya, dan keyakinan (pluralitas)
. Meskipun bertentangan denganrealitas masyarakat
Islam dan nash-nash syariah, isu adanyapenyeragaman
jika Khilafah berdiri justru telah menduduki
mainstream utama.Akibatnya, Khilafah Islamiyah
dianggap sebagai ancaman bagi keragaman,keberagama-an,
dan kebhinekaan. Padahal isu penyeragaman
inidisebarluaskan dan dipropagandakan secara tidak
bertanggung jawab,disandarkan pada epistemologi yang
rapuh, a-historis, dan ditengaraisarat dengan agenda
politik culas; yakni mencegah formalisasi syariahIslam
dalam koridor negara.

Benarkahjika Khilafah Islamiyah berdiri, semua orang
dipaksa memeluk agamaIslam? Benarkah berdirinya
Khilafah Islamiyah akan diiringi denganpenyeragaman
agama, budaya, pemikiran, dan pandangan hidup?
Benarkahakan terjadi peminggiran peran kelompok
minoritas jika syariah Islamditerapkan dalam koridor
negara?

Pembauran Masyarakat Islam

1. Pembauran masyarakat Islam zaman Nabi saw.

TatkalaRasulullah saw. menegakkan Negara Islam di
Madinah, struktur masyarakatIslam saat itu tidaklah
seragam. Masyarakat Madinah dihuni oleh kaumMuslim,
Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik. Namun, mereka bisa
hidupbersama dalam naungan Daulah Islamiyah dan
otoritas hukum Islam.Entitas-entitas selain Islam
tidak dipaksa masuk ke dalam agama Islamatau diusir
dari Madinah. Mereka mendapatkan perlindungan dan hak
yangsama seperti kaum Muslim. Mereka hidup
berdampingan satu sama laintanpa ada intimidasi dan
gangguan. Bahkan Islam telah melindungikebebasan
mereka dalam hal ibadah, keyakinan, dan urusan-urusan
privatmereka. Mereka dibiarkan beribadah sesuai dengan
agama dan keyakinanmereka.

Masyarakat Islam yang “inclusive”seperti ini
terlihat jelas dalam Piagam Madinah yang dicetuskan
olehRasulullah saw. Dalam klausul 13-17 Piagam Madinah
disebutkan dengansangat jelas, bahwa orang-orang
Yahudi yang menjadi warga negara DaulahIslamiyah
mendapatkan perlindungan dan hak muamalah yang
samasebagaimana kaum Muslim. Kabilah Yahudi yang
mengikat perjanjian denganRasulullah saw. (menjadi
bagian Daulah Islamiyah) adalah yakni YahudiBani
‘Auf, Yahudi Bani Najjar, dan sebagainya1.

Setelahkekuasaan Daulah Islamiyah meluas ke jazirah
Arab, Daulah Islammemberikan perlindungan atas jiwa,
agama, dan harta penduduk Ailah,Jarba’, Adzrah dan
Maqna yang mayoritas penduduknya beragama
Kristen.Daulah Islamiyah juga memberikan
perlindungan—baik harta, jiwa, danagama—kepada
penduduk Khaibar yang mayoritasnya beragama Yahudi;
2penduduk Juhainah, Bani Dlamrah, Asyja’, Najran,
Muzainah, Aslam,Juza’ah, Jidzaam, Qadla’ah, Jarsy,
orang-orang Kristen yang ada diBahrain, Bani Mudrik,
dan Ri’asy, dan masih banyak lagi.3

Imam al-Bukhari juga meriwayatkan sebuah hadis dari
Rabi’ bin Khudaij, bahwa Rasulullah saw. pernah
membayar diyat(denda) Yahudi Khaibar dalam kasus
pembunuhan seorang Muslim diKhaibar. Ketika
orang-orang Yahudi Khaibar bersumpah tidak
terlibatdalam pembunuhan, Rasulullah saw. pun tidak
menjatuhkan vonis kepadamereka. Bahkan Beliau
membayarkan diyatatas peristiwa pembunuhan di Khaibar
tersebut. Fragmen sejarah inimenunjukkan bagaimana
Rasulullah saw. menegakkan keadilan hukum bagiwarga
negaranya tanpa memandang lagi perbedaan agama, ras,
dan suku.

2. Pembauran masyarakat Islam zaman Kekhilafahan
Islam.

Ketikakekuasaan Islam telah membentang mulai dari
Jazirah Arab, Syam, Afrika,Hindia, Balkan, dan Asia
Tengah tidak ada penyeragaman warga negaramaupun
upaya-upaya untuk memberangus pluralitas. Padahal
dengan wilayahseluas itu, Daulah Islam memiliki
keragaman budaya, pemikiran,keyakinan dan agama yang
sangat kompleks. Akan tetapi, hinggaKekhilafahan
terakhir tak ada satu pun pemerintahan Islam
yangmewacanakan adanya keseragaman atau berusaha
menghapuskan pluralitasagama, budaya, dan keyakinan.

Bahkanpenerapan syariah Islam saat itu berhasil
menciptakan keadilan,kesetaraan, dan rasa aman bagi
seluruh warga negara, baik Muslim maupunnon-Muslim.
Kita bisa berkaca dari sejarah Palestina. Sejak Umar
binal-Khaththab memasuki Palestina pada tahun 637 M,
penduduk Palestinahidup damai, tenteram, tidak ada
permusuhan dan pertikaian, meskipunmereka menganut
tiga agama besar yang berbeda: Islam, Kristen
danYahudi. Keadaan ini sangat kontras dengan apa yang
dilakukan olehtentara Salib pada tahun 1099 Masehi.
Ketika tentara Salib berhasilmenaklukkan Palestina,
kengerian, teror, dan pembantaian pun disebarkanhampir
ke seluruh kota .Selama dua hari setelah penaklukkan,
40.000 kaum Muslim dibantai.Pasukan Salib berjalan di
jalan-jalan Palestina dengan menyeberangilautan darah.
Keadilan, persatuan, dan perdamaian tiga penganut
agamabesar yang diciptakan sejak tahun 1837 oleh Umar
bin al-Khaththabhancur berkeping-keping. Meskipun
demikian, ketika Shalahuddinal-Ayyubi berhasil
membebaskan kota Quds pada tahun 1187 Masehi, beliau
tidak melakukan balas dendam dankebiadaban serupa. Di
Andalusia, kaum Muslim, Yahudi, dan Kristen
hidupberdampingan selama berabad-abad di bawah naungan
Kekhilafahan Islam.Tidak ada pemaksaan kepada kaum
Yahudi dan Kristen untuk masuk ke dalamagama Islam.
Sayang, peradaban yang “inklusif” dan agung ini
berakhirdi bawah mahkamah inkuisisi kaum Kristen
ortodoks. Orang-orang Yahudidan Muslim dipaksa masuk
agama Kristen. Jika menolak, mereka diusirdari
Andalusia , atau dibantai secara kejam dalam peradilan
inkuisisi.

Padatahun 1519 Masehi, pemerintahan Islam memberikan
sertifikat tanahkepada para pengungsi Yahudi yang lari
dari kekejaman inkuisisi Spanyolpasca jatuhnya
pemerintahan Islam di Andalusia. Pemerintah
AmerikaSerikat pun pernah mengirimkan surat ucapan
terima kasih kepada Khilafah Islamiyah atas bantuan
pangan yangdikirimkan kepada mereka pasca perang
melawan Inggris pada abad ke-18.Surat jaminan
perlindungan juga pernah diberikan kepada Raja
Swediayang diusir tentara Rusia dan mencari suaka
politik ke Khalifah padatanggal 30 Jumadil Awwal 1121
H/7 Agustus 1709 H.

Inilahsebagian fragmen sejarah yang menunjukkan bahwa
penerapan syariah Islamdalam koridor Negara Khilafah
tetap melindungi dan metoleransi adanyakeragaman dan
kebhinekaan. Tidak ada penyeragaman; tidak
adapemberangusan terhadap pluralitas; tidak ada
pemaksaan atas non-Muslimuntuk masuk Islam; dan tidak
ada pengusiran terhadap non-Muslim dariwilayah
Kekhilafahan Islam. Yang terjadi justru perlindungan
terhadapnon-Muslim. Lebih dari itu, pemerintah Islam
dengan syariah Islamnyabenar-benar telah mewujudkan
keadilan dan masyarakat “inklusif”.

Pandangan dan Solusi Islam atas Pluralitas

Islammemandang bahwa pluralitas agama, keyakinan, dan
budaya bukanlahancaman atau penyebab dasar terjadinya
konflik. Islam juga tidakmemandang adanya klaim
kebenaran (truth claim)dari agama dan keyakinan
sebagai pemicu munculnya peperangan dankonflik. Oleh
karena itu, Islam tidak berkehendak untuk menghapuskan
truth claim masing-masing agama atau keyakinan ataupun
berusaha menyeragamkan “pandangan tertentu” pada
setiap agama, kelompok, maupun mazhab, seperti yang
dilakukan oleh kelompok pluralis.

Solusi Islam terhadap keragaman budaya, agama, dan
keyakinan bukan dengan cara menghapuskan truth claim
atau menghancurkan identitas agama-agama selain Islam,
seperti gagasan kaum pluralis yang beraliran unity of
transenden maupun global religion. Akan tetapi, Islam
mengakui adanya pluralitas, dan memberikan
perlindungan (proteksi) atas keragaman tersebut.

Ketentuansemacam itu juga berlaku bagi keragaman
pendapat di dalam Islam.Banyaknya pendapat, aliran,
dan mazhab di dalam Islam bukanlah sesuatuyang
dilarang; kecuali jika pendapat itu menyimpang dari
akidah dansyariah Islam. Dalam tataran wacana, kaum
Muslim diberi ruang yangsangat luas untuk berpendapat
dan mengemukakan gagasannya semampangmasih sejalan
dengan akidah dan syariah Islam. Negara Khilafah
tidakakan menyeragamkan pendapat-pendapat itu atau
menganulir pendapat yangberbeda dengan pendapat yang
diadopsi oleh negara Khilafah. Hanya saja,dalam
wilayah pengaturan (ri’âyah),Negara Khilafah secara
alami harus mengadopsi satu gagasan atau satuhukum
saja untuk melakukan pengaturan urusan rakyat. Sebab,
Khilafahtidak mungkin bisa melaksanakan tugas
pengaturan tanpa ada proseslegalisasi hukum. Dalam
konteks semacam ini (riâyah)gagasan dan hukum yang
diadopsi Khilafah berlaku untuk semua
orang(impersonal) , baik Muslim maupun non-Muslim.
Hanya saja, ketikaKhilafah Islamiyah melegalisasi
sebuah pandangan maupun hukum (baikkonstitusi maupun
undang-undang Negara), ia harus memposisikan
dirinyasebagai negara bagi semua kelompok, mazhab,
ras, suku, dan agama.Sebab, Khilafah Islamiyah bukan
negara milik satu kelompok, agama,bangsa, atau mazhab
tertentu. Ia adalah negara bagi seluruh rakyattanpa
memilah-milah lagi keragaman kelompok, mazhab, ras,
dan agama.

Semuaini menunjukkan bahwa Khilafah Islamiyah
merupakan negara yang mampumengakomodasi pluralitas
masyarakatnya, seperti halnya Negara Madinahyang
didirikan Rasulullah saw.

Lalumengapa penerapan syariah Islam dalam koridor
negara selalu dikesankandengan upaya-upaya
penyeragaman, pengusiran terhadap
non-Muslim,eksklusif, dan penghancuran terhadap
pluralitas? Bukankah kesantersebut jelas-jelas keliru
dan bertentangan dengan ajaran Islam danrealitas
sejarah? Barangkali yang menyebarkan isu ini adalah
orang yangawam terhadap ajaran dan sejarah Islam; atau
yang a-historisdantidak jujur terhadap sejarah; atau
mungkin kaum culas yang berusahamenghambat penerapan
syariah Islam dalam koridor negara. Wallâhu a‘lam
bi ash-shawâb. [Fathiy Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy]

Catatan Kaki:

Lihat: Sîrah Ibnu Hisyâm, hlm. 341-344; Sîrah
Ibnu Ishhâq, hlm. 101, Abu Ubaid, no. 517, Ibnu
Zanjawaih, dalam Al-Amwâl (dari Zuhdi), lembaran
70A-71B; ‘Umar al-Mushili, dalam kitab Wasîlât
al-Muta’âbidîn, VIII/32B; Sîrah Ibnu Sayyid
an-Nas (dari Ishhaq dan Ibnu Khaitsamah) I/198;
Ibnu Katsir III/224-226; ‘Abdul Mun’im Khan,
no. 79.
Prof. Dr. Mohammad Hamidullah, Majmû’ât
al-Watsâ’iq as-Siyâsiyyah li al- ‘Ahd
an-Nabawi wa al-Khilâfah ar-Rasyîdah, ed. 6,
1987, Dar an-Nafa’is, Beirut, Libanon, hlm. 116-123.
Ibid, hlm. 165-289.
----- Pesan Asli ----
Dari: Simon Kefas
Kepada: Spiritual-Indonesia @yahoogroups. com
Terkirim: Kamis, 15 Mei, 2008 19:38:00
Topik: Re: [Spiritual-Indonesi a] SOLUSI ISLAM
(KHILAFAH) DALAM MASALAH KEMISKINAN

Sabtu, 15 Maret 2008

Profile Relief

Memasuki abad XXI, Ummat islam dihadapkan pada harapan-harapan historis sekaligus tantangan yang cukup besar. Apa yang digaungkan sejak dasawarsa belakangan, bahwa seluruh dunia akan mengalami peruahan ternyata banyak mempengaruhi keputusan-keputusan penting yang dikeluarkan oleh para pemimpin negara.

Sistem ekonomi global ternyata tida bisa dihindari lagi, karena sirkuit pasar bebas dan proteksi ekonomi lebih banyak membuat kaum kapitalis mengukuhan hagemoninya.

Pergantian system ekonomi ummat manusia berubah seiring waktu dari merkantilisme, kapitalis hingga sosialis. Namun mereka tidak bisa menyelesaikan problem tersebut.

Oleh karena itu Islam yang diturunkan berabad-abad tahun yang lalu dengan tujuan menyelesaikan semua problem kehidupan. Islam sebagai agama (Ritual) juga Muamalah. Muamalah inilah yang mejadi obyek paling luas yang harus digali manusia.

Lahirnya kelmpok kajian dikalangan intern Mahasiswa Hamfara ini mendorong untu menyadarkan akan kebutuhan suatu wadah untuk memfasilitasi pergerakan Ekonomi Islam. Wadah ini bernama Research and Learning Islami Economic Forum ( ReLIEF)

Forum ini didirikan pada th 2005 di Yogyakarta oleh Mahasiswa Hamfara dan telah bekerja sama (Membuka Jaringan) dengan organisasi- organisasi pejuang ekonomi islam lainnya terutama yang ada dibawah naungan FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) yang bergerak dikalangan mahasiswa se-Indonesia. ReLIEF STEI Hamfara ada dibawah naungan BEM STEI Hamfara dan juga dibawah naungan FoSSEI.

Tujuan ReLIEF

1. Terciptanya pakar-pakar ekonomi islam yang berdedikasi tinggi kepada nilai islam

2. Diterapkannya system ekonomi islam secara kaffah.

VISI ReLIEF

“Pada tahun 2011 ReLIEF STEI Hamfara sebagai pioner Pergerakan dan pusat pengembangan ekonomi Islam yang ideologis dan Kompeten di Indonesia

MISI ReLIEF

1. Membentu mahasiswa Hamfara yang bersyakhsyiah islamiyah

2. Memberdayakan mahasiswa Hamfara dalam mengembangkan ekonomi islam baik normative maupun aplikatif

3. Menyusun dan menyebarkan konsep ekonomi islam yang kaffah keluruh tatanan masyarakat

4. Meningkatka kualitas dan kuantita SDM ekonomi islam dalam tatanan normative dan aplikatif.